Pentingnya Menjaga Silaturahmi Dalam Bisnis

Pagi ini saya berkunjung ke rumah rekan kerja.  Kami bermaksud membahas sebuah bisnis.  Saya dan teman-teman seperti pada umumnya punya bisnis sampingan selain pekerjaan utama.  Tentu dengan berbagai pertimbangan misalnya untuk tambah berhasil,  untuk jaga-jaga kalau suatu saat resign atau dipecat,  atau untuk nambah uang saku agar bisa belanja perkara hobi.

Ngalor ngidul obrolan kami.  Ssalah satunya adalah membahas reka bisnis yang sekarang menjauh dari teman saya. Bahkan dia diblok olehnya. Jadi teman saya tidak bisa menghubunginya lagi, tidak dapat tidak tahu statusnya, atau postingannya lagi. Padahal dulu akrab. Sekarang menjauhi seperti itu.

Dalam dunia bisnis memang banyak kejadian seperti itu: orang yang tadinya begitu dekat, menjadi seperti musuhan. Pernahkah Anda mengalaminya?  Atau melihatnya juga?

Hmm, tidak hanya di bisnis saja tetapi dalam kehidupan pada umumnya hal seperti ini bisa saja terjadi. 

Kasus 1

Tetangga A sangat akrab dengan tetangga B. setiap hari ke rumahnya ngobrol apa saja. Kalau punya makanan sering mengantar. Masuk rumah slonong boy biasa saja. Eh, karena sesuatu hal berubah menjadi saling memusuhi. 

Kasus 2

Dia seorang anggota sebuah partai politik. Sangat militan. Dulu cinta mati dengan partainya. Ke mana-mana pakai atribut partainya. Setiap hari pula rapat atau datang ke kantor partai itu. Eh, karena sebuah kasus, dia keluar dari partainya itu. Bukan itu saja sekarang dia sangat membenci memusuhi partai yang dulu membesarkannya. Di postingan media sosialnya bahkan mengejek dan menjelek-jelekkan partainya itu.

 

Nah, jadi dalam kehidupan kita seperti itu sudah banyak contohnya. Malah, bisa jadi kita yang mengalaminya. Kita yang awalnya jadi penonton, bisa menjadi pelakunya. 

Oke, sekarang pelajaran  apa yang bisa kita ambil dari kejadian ini?

Tidak tahu siapa yang memulainya,  tidak tahu siapa yang salah,  tidak tahu bagaimana memperbaikinya. Karena persoalannya gampang-gampang susah. Kalau ngomong seharusnya begini sebaiknya begitu mah gampang saja. Tapi kan solusinya enggak usah membalaskan telapak tangan. Seperti halnya, mereka sudah dewasa, harusnya bisa berpikir dewasa pula. Tapi ada banyak hal yang tidak bisa dilogikakan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top