Beberapa Hal Yang Bisa Dipelajari Dari Transformasi Microsoft

Microsoft telah lama menguasai teknologi peranti lunak. Hingga kemudian kemajuan teknologi menghadirkan berbagai inovasi, memunculkan banyak kompetitor dalam berbagai bidang. Seperti perusahaan lainnya, Microsoft pun limbung. Satya Nadella bergabung di Microsoft pada 1992. Pagi hari 4 Februari 2014, dia diperkenalkan sebagai CEO Microsoft ketiga bersama Bill Gatra dan Steve Ballmer yang telah berkiprah dalam 40 tahun di Microsoft. Pria asal India itu pun menggulirkan gagasan baru dan unik.

Nadella memimpin perusahaan dengan mengadopsi misi yang benar-benar baru, kata Bill Gates. Hal apa yang dimaksud baru? Prioritasnya adalah membawa perubahan pada budaya perusahaan. Berkomitmen tanpa ampun menghilangkan penghalang inovasi agar bisa kembali pada misi Microsoft yaitu mengubah dunia. Hal ini pun dilakukannya. Rapat perdana pimpinan perusahaan dilakukan di tempat yang jauh dari kebisingan, Tia ada komputer memonitor surel, atau berita yang masuk tiada henti. Telpon dijauhkan. Dan masing-masing membicarakan kisah hidup dan filosofi pribadi. Satya meyakini, empati mengilhami kinerja diri dan prestasi perusahaan. Hasrat saya adalah menempatkan empati sebagai pusat dari segala yang saya kejar (hlm 14)

Filosofi Microsoft satu komputer di setiap meja dan setiap rumah telah tercapai, namun kondisinya telah berubah.  Microsoft telah berhasil dalam banyak hal tetapi juga tertinggal dalam terlalu banyak hal. Maka yang dilakukan Nadella adalah membangun empati yang lebih dalam terhadap konsumen serta kebutuhan mereka yang tak terpenuhi dan tak terungkapkan (hal.20). Inilah saatnya menyegarkan diri kembali (hit refresh).

Bahkan dalam kepemimpinannya sebagai CEO Microsoft, Nadella mengadopsi prinsip-prinsip dalam bermain kriket.  Prinsip pertama adalah bersaing dengan penuh semangat dan gairah dalam menghadapi ketidakpastian dan intimidasi. Prinsip kedua adalah pentingnya mengutamakan kepentingan tim di atas pencapaian dan penghargaan pribadi. Prinsip ketiga adalah tentang pentingnya kepemimpinan. Bahwa pemimpin bertanggung jawab memunculkan sisi terbaik setiap orang tugas seorang pemimpin adalah memperkuat rasa percaya diri anak buah  (hal. 55- 56)

Begitu pula, gebrakan lain yang dilakukan adalah gencar untuk menemui konsumen di sekolah, universitas, perusahaan besar, LSM, dan lainnya.  Para manager, peneliti, insinyur, penjual, dan orang profesional bersama-sama mendengarkan apa yang disampaikan oleh konsumen.  Mereka belajar bersama.  Mereka membangun ikatan satu sama lain untuk memecahkan masalah konsumen bersama-sama.  Setelah itu di meja makan dilakukan diskusi untuk membahas kesamaan pemahaman dan pengalaman rekan lain saat turun ke konsumen. ereka saling mencurahkan ide untuk mencari cara menciptakan budaya yang dicita-citakan.

Microsoft memiliki misi untuk memberdayakan setiap orang dan setiap perusahaan di planet ini agar menjadi lebih baik (hal. 125). Bisnisnya adalah bisnis pemberdayaan tidak optimal Microsoft adalah membantu orang lain dan organisasinya menjadi baik. Semangat itulah yang membedakan Microsoft dari perusahaan lain yang telah memberikan sesuatu yang membantu orang lain menghasilkan sesuatu dan mewujudkan sesuatu

Microsoft pun memiliki pendekatan yang berbeda dengan memperlakukan saingan bisnisnya. Alih-alih menjadikan sebagai saingan, Microsoft justru menjadikan partner para pemilik bisnis serupa. Mereka dirangkul. Bahkan tidak enggan menjadikan saingannya sebagai guru dalam perintisan dan pengembangan data berbasis cloud (awan).

Microsoft menemukan program algoritma terbaru dalam menghadapi masa depannya. E + SV + SR = T / t. Algoritma itu adalah Emphaty+Shared Values+ Safety and Reliability= Trust over time. Empati menempati tempat pertama dalam merancang kebijakan. Tidak ada produk atau kebijakan yang sukses tanpa menghormati kehidupan dan kenyataan dalam masyarakat.

Menjadi sebuah hal luar biasa ketika tahu bahwa seorang CEO Microsoft yang memiliki tugas menjadi perusahaan terdepan dan mengubah budaya perusahaan itu memiliki latar belakang keluarga yang sedang ada beban.  Anaknya, Zain, menderita cerebral palsy parah. Sehingga, dapat dibayangkan tidak mudah untuk memotivasi dan menyemangati timnya. Sebab, dia harus ‘selesai’ dulu dengan dirinya. Itulah dia sosok yang kuat. Sehingga, seseorang yang mampu menentukan arah perkembangan perusahaan di tengah beban yang menderanya, adalah sosok yang luar biasa. Buku ini memberitahu kita bahwa perusahaan sebesar Microsoft pun memiliki ‘masalah’. Namun jauh lebih penting kita tahu bagaimana cara mereka keluar dari masalah tersebut. Selamat membaca.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top